Tujuan Penciptaan Manusia Dan Cara Meraihnya
Manusia pada umumnya karena kecupatan
pandangan atau kurangnya keberanian, menjadikan berbagai hal berupa niat
dan hasrat keduniawian sebagai tujuan hidup mereka, padahal Allah yang
Maha Agung telah menetapkan tujuan mereka dalam Kalam Ilahi bahwa:
Tidaklah Aku menciptakan Jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (Q.S Adz-Dzariyat:56).
Sejalan
dengan ayat ini maka tujuan hakiki hidup manusia adalah menyembah dan
memahami Allah yang Maha Kuasa serta mengabdi kepada-Nya.
Tuhan dan tujuan hidup
Jelas bahwa tidak mungkin bagi manusia
untuk menetapkan sendiri apa yang akan menjadi tujuan hidupnya karena
manusia muncul di dunia ini bukan atas kuasanya sendiri, begitu juga
meninggalkannya di luar kehendaknya. Ia adalah mahluk yang diciptakan,
dimana Wujud yang telah menciptakan dirinya serta memberkatinya dengan
fitrat yang lebih baik dari mahluk hidup lainnya, telah menentukan apa
yang sepatutnya menjadi tujuan hidupnya.
Apakah seseorang memahami tujuan
tersebut atau tidak, tidak dragukan lagi bahwa yang jelas tujuan
penciptaan manusia adalah untuk menyembah dan memahami Allah s.w.t.
serta melarutkan diri di dalam Wujud-Nya.
Tiga obyek tujuan dalam hidup
Tujuan hakiki dari semua anggota tubuh eksternal dan internal serta
segala fitrat yang telah dikaruniakan kepada manusia adalah pemahaman,
ibadah dan kasih kepada Allah
s.w.t. Itulah sebabnya meski memiliki seribu jabatan di dunia, manusia
tetap saja belum menemukan jati-dirinya yang hakiki kecuali dalam
Tuhan-nya. Meski telah menghimpun kekayaan besar, menduduki jabatan yang
tinggi, menjadi saudagar akbar, memiliki kekuasaan memerintah atau pun
menjadi seorang filosof terkenal, pada akhirnya tetap saja akan merasa
frustrasi ketika meninggalkan dunia. Kalbunya mengingatkan terus menerus
tentang perhatiannya yang berlebihan terhadap dunia, sedangkan
kesadarannya tidak membenarkan segala penipuan, kecurangan dan laku
lajak yang telah dikerjakannya.
Masalah ini bisa juga ditinjau dari sudut lain. Tujuan daripada
penciptaan ditentukan oleh pencapaian tertinggi yang di atasnya tidak
mungkin lagi dapat digapai oleh kemampuan diri. Sebagai contoh,
kemampuan utama seekor sapi jantan adalah membajak tanah atau menarik
alat transport, karena itu hal inilah yang menjadi tujuan hidupnya dan
sapi itu tidak bisa lebih tinggi dari kondisinya tersebut. Tetapi jika
kita perhatikan kemampuan tertinggi dari fitrat dan kekuasaan manusia,
kita akan melihat bahwa ia dibekali dengan fitrat mencari Tuhan
sedemikian rupa hingga ia mengharapkan bahwa ia menjadi demikian
mengabdi pada kasih Ilahi sehingga dirinya sepenuhnya menjadi milik-Nya.
Kebutuhan naluri alamiahnya seperti
makan, minum dan istirahat, sama saja dengan mahluk hidup lainnya.
Bahkan dalam banyak bidang ada hewan yang lebih terampil dibanding
dirinya, seperti lebah mampu mengolah madu dari berbagai macam bunga
yang belum mungkin ditandingi manusia. Dengan demikian jelas bahwa
kapasitas manusia yang tertinggi adalah bertemu dengan Allah s.w.t.
sehingga yang menjadi tujuan hakiki dalam hidupnya adalah membuka
jendela hatinya kepada Tuhan.
Mencapai tujuan hidup
Pertanyaannya adalah bagaimana dan dengan sarana apa manusia dapat mencapai tujuan tersebut?
Sarana pertama. Yang harus
dicamkan betul ialah sarana utama untuk mencapai tujuan tersebut adalah
mengenali dan beriman kepada Tuhan yang benar. Jika langkah pertama ini
sudah salah, lalu manusia mengangkat burung, hewan, unsur alam atau pun
manusia lainnya sebagai sembahan, maka tidak mungkin diharapkan kalau
langkah berikutnya akan berada di jalan yang lurus. Tuhan yang benar
akan menolong mereka yang mencari-Nya sedangkan tuhan yang mati tidak
mungkin menolong yang mati.
Allah s.w.t. telah menggambarkan hal ini secara indah dalam ayat:
Hanya bagi Dia-lah doa yang benar. Dan mereka yang diseru oleh orang-orang itu selain Dia, tidaklah menjawab mereka sedikit jua pun. Keadaan mereka tak ubahnya seperti orang yang mengulurkan kedua tangannya ke air supaya sampai ke mulutnya, tetapi itu tidak akan sampai kepadanya. Dan doa orang-orang kafir itu akan sia-sia belaka. (Q.S Ar-Rad:14).
Sarana kedua. Sarana berikutnya
guna mencapai tujuan hidup yang hakiki adalah kesadaran akan keindahan
sempurna dari Allah yang Maha Perkasa karena keindahan adalah sesuatu
yang secara naluriah akan menarik hati dan menghasilkan kecintaan.
Keindahan Allah s.w.t. dengan Ketauhidan, Keagungan dan fitrat kebesaran
lainnya sebagaimana yang diutarakan Kitab Suci Al-Quran dalam ayat:
Katakanlah: Dia-lah Allah yang Maha Esa, Allah yang tidak bergantung pada sesuatu dan segala sesuatu bergantung pada-Nya. Dia tidak memperanakkan dan tidak pula Dia diperanakkan, dan tiada seorang pun menyamai Dia (Q.S. Al-Ikhlas:1-4).
Al-Quran berulangkali menarik perhatian
manusia kepada kesempurnaan dan keagungan Allah s.w.t. serta
mengungkapkan bahwa Tuhan demikian itulah yang menjadi dambaan setiap
hati, bukannya tuhan yang mati atau lemah atau pun tidak memiliki rasa
welas asih dan kekuasaan.
Sarana ketiga. Cara ketiga
mencapai tujuan hidup adalah menyadari sifat pengasih dari Allah s.w.t.
karena kecintaan akan muncul sebagai akibat dari keindahan dan sifat
pengasih. Fitrat pengasih dari Allah yang Maha Agung dikemukakan secara
singkat dalam Surah Fatihah yaitu:
Dia adalah Tuhan sekalian alam, Maha Pemurah, Maha Penyayang, yang mempunyai Hari Pembalasan (Q.S Al-Fatihah:1-3).
Jelas kiranya bahwa kesempurnaan fitrat
pengasih Allah s.w.t. meliputi juga pengertian bahwa Dia telah
menciptakan hamba-Nya dari ketiadaan dan setelah itu karunia
pemeliharaan-Nya dilimpahkan atas diri mereka dan Dia menjadi penopang
dari segala hal dimana berbagai macam rahmat-Nya telah dimanifestasikan
bagi para hamba-Nya. Fitrat penyayang-Nya tidak mengenal batas dan di
luar kemampuan manusia menghitungnya sebagaimana seringkali diungkapkan
dalam Al-Quran seperti:
Dia berikan segala sesuatu kepadamu yang kamu minta kepada-Nya dan sekiranya kamu mencoba menghitung nikmat-nikmat Allah, kamu tidak akan dapat menjumlahkannya. (Q.S. Ibrahim:34).
Sarana keempat. Sarana keempat untuk mencapai tujuan hidup yang hakiki adalah doa, sebagaimana dinyatakan:
Berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkan doamu. (SQ.S. al-Mumin:60).
Ajakan berdoa dikemukakan secara
berulangkali agar manusia menyadari bahwa ia bisa mencapai tujuan itu
berkat kekuasaan Allah s.w.t. dan bukan karena tenaga sendiri.
Sarana kelima. Sarana lain
untuk mencapai tujuan hidup adalah berjuang di jalan Allah dengan harta
milik, kemampuan dan nyawanya seperti yang diungkapkan dalam:
Berjihadlah dengan harta bendamu dan jiwa ragamu di jalan Allah. (Q.S. At-Taubah:41)
Menafkahkan segala sesuatu dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka. (Q.S. Al-Baqarah:3)
Tentang orang-orang yang berjuang untuk bertemu dengan Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami. (Q.S. Al-Ankabut:69).
Sarana keenam. Sarana keenam
guna mencapai tujuan hidup ialah keteguhan hati atau istiqomah, dengan
pengertian bahwa seorang pencari kebenaran jangan sampai merasa lelah
atau mundur oleh segala rintangan seperti yang diungkapkan Allah s.w.t.
dalam ayat:
Adapun orang-orang yang berkata: ‘Tuhan kami adalah Allah’, kemudian mereka bersiteguh, malaikat-malaikat turun kepada mereka sambil meyakinkan mereka: AJanganlah kamu takut dan jangan pula berduka cita, dan bergembiralah atas khabar suka tentang surga yang telah dijanjikan kepadamu. Kami adalah teman-temanmu di dalam kehidupan di dunia dan juga di akhirat. Dan di dalamnya kamu akan mendapati segala yang diri kamu dambakan dan di dalamnya kamu akan mendapati segala yang kamu minta. (Q.S. Ha Mim As-Sajdah:30-31).
Ayat ini mengindikasikan kalau keridhoan
Allah s.w.t. bisa dimenangkan karena keteguhan hati. Memang benar bahwa
istiqomah itu lebih dari mukjizat. Yang dimaksud dengan istiqomah yang
hakiki adalah keadaan dimana meski ditingkar oleh musibah di segala
penjuru, bahaya mengancam nyawa dan kehormatan, tidak terlihat adanya
titik-titik terang yang meringankan, namun ia tetap tidak takut dan
tidak akan mundur atau luntur kepercayaannya.
Keteguhan hati dan kesetiaannya tidak goyah, menerima dengan senang
hati semua penghinaan, siap menghadapi kematian, tidak terlalu banyak
mengharapkan bantuan kawan, tidak menunggu-nunggu kabar gembira dari
Tuhan, tetap berdiri tegak meski merasa tak berdaya dan lemah serta
kekurangan segala keselesaan. Ia akan menjulurkan batang lehernya sambil
mengatakan: ‘Terjadilah apa yang harus terjadi’ dan menghadapi dengan
berani apa pun yang ditakdirkan baginya serta tidak mengeluh dan menjadi
tidak sabar sampai cobaan tersebut selesai.
Inilah yang disebut keteguhan hati atau istiqomah yang ganjarannya
adalah Tuhan sendiri. Inilah sifat kesalehan yang telah menjadikan debu
dari para Nabi, Rasul, Siddiqi dan suhada masih saja tetap beraroma
harum. Hal ini diindikasikan dalam doa:
Tuntunlah kami pada jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat. (Q.S. Al-Fatihah:5-6).
Begitu juga dikemukakan dalam ayat lain:
Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan menyerahkan diri kepada Engkau. (Q.S. Al-Araf:126).
Pada saat diterpa cobaan dan kesulitan,
Allah yang Maha Agung akan menurunkan nur cahaya ke kalbu mereka yang
Dia kasihi sehingga mereka itu tenang menghadapi segala musibah, bahkan
karena kelezatan keimanan, mereka itu malah menciumi rantai yang
membelenggu kakinya akibat melakukan sesuatu di jalan Allah. Ketika
musibah mendatangi seorang hamba Allah dan muncul tanda-tanda kematian
yang telah mendekat, ia tidak akan menuntut Tuhan-nya agar ia
diselamatkan karena memaksa memohon keselamatan pada saat demikian sama
dengan melawan Tuhan dan jadinya bertentangan dengan hakikat penyerahan
diri yang sempurna. Seorang pecinta hakiki akan maju terus di kala
musibah dan menganggap nyawanya sama sekali tidak berarti serta
menyerahkan diri sepenuhnya pada kehendak Allah s.w.t. dan hanya memohon
keridhoan-Nya semata.
Allah yang Maha Agung menyatakan:
Di antara manusia ada pula orang yang menjual dirinya untuk mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya. (Q.S. Al-Baqarah:207).
Singkat kata, hal inilah yang menjadi
ruh dari keteguhan hati sebagaimana dijelaskan di atas dan sarana yang
menuntun kita kepada Tuhan. Perhatikan¬lah hal ini bagi mereka yang mau
memperhatikan.
Sarana ketujuh. Sarana ketujuh guna mencapai tujuan hidup
adalah memelihara silaturrahmi dengan orang-orang muttaqi dan mengikuti
teladan mereka. Salah satu hal yang menyebabkan perlunya diturunkan para
Nabi adalah agar manusia secara naluriah mencari teladan yang sempurna
karena hal itu akan mengembangkan hasrat dan niat kebaikan seseorang. Ia
yang tidak mengambil suri teladan yang baik, sesungguhnya malas dan
tersesat. Hal ini dinyatakan Allah s.w.t. dalam ayat:
Hendaklah kamu termasuk orang-orang yang benar. (Q.S. At-Taubah:118).
Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat. (Q.S. Al-Fatihah:6).
Itulah beberapa sarana untuk mencapai tujuan hidup manusia yang dikemukakan di dalam alquran.
0 komentar:
Posting Komentar